MAKALAH
Istilah-Istilah
Dalam Upacara Adat Kematian Di Sumba Timur
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa juga penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya dalam
penyusunan makalah ini.
Dan
harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, tentang adat istiadat yang ada di Indonesia.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman , penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB
I
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Suku
Sumba berada di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan
Sumba Timur. Adat adalah suatu peraturan yang tidak boleh di langgar oleh suatu
masyarakat yang notabene merupakan undang-undang yang tidak tertulis namun
mengikat. Hal inilah alasan utama masyarakat Sumba pada umumnya masih memegang
teguh serta menjalankan ritual-ritual adat yang menjadi warisan leluhur mereka.
Di
sumba timur khususnya, upacara-upacara adat warisan nenek moyang masih terus
bertahan dan dijalankan hingga sekarang, salah satunya adalah upaara adat
kematian. Upacara adat kematian di Sumba Timur memiliki tahapan-tahapan sejak awal kematian hingga penguburan.
Tahapan-tahapan
tersebut memiliki istilah-istilah masing-masing dalam bahasa sumba timur.
Istilah istilah tersebut menarik untuk ditinjau secara etnolinguistik. Selain
itu, istilah-istilah tersebut mengandung makna tersendir bagi masyarakat Sumba
Timur. Hal ini menarik perhatian penulis untuk membahasnya dalam makalah ini.
1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seperti
apa prosesi upacara adat kematian di Sumba Timur?
2. Apa
saja istilah-istilah untuk setiap tahapan dalam upacara adat kematian di Sumba
Timur?
3. Apa
makna dari setiap tahap upacara adat kematian bagi masyarakat Sumba Timur?
1.3
Tujuan penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat
mengetahui setiap tahap upacara adat kematian yang terdapat di Sumba Timur.
2. Dapat
menambah wawasan tentang adat-istiadat serta kebudayaan yang ada di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tahapan-tahapan Upacara Adat Kematian di
Sumba Timur
1.
Hari kematian
Jika wafat di rumah
sakit, maka almarhum dibawa ke kampungnya untuk diadakan acara Memanggil. Salah
satu orang tua harus melakukan pemanggilan dengan menyebutkan nama orang yang
wafat sebanyak empat kali. Jika tidak menjawab, maka dikatakan sudah wafat.
Ungkapan wafat bagi orang Sumba adalah jika yang wafat seorang bangsawan
perempuan, dikatakan " Namberanyaka mbalu, Nanjorunyaka Au " artinya
tempayan airnya pecah, balai-balai dapurnya roboh. Jika yang wafat seorang
bangsawan laki-laki maka dikatakan " Na Njorunyaka Njara, Na mbatanyaka
Landu " artinya Jatuh dari Kuda, patah jambul di kepalanya.
2.
Pa Hadangu (Membangunkan)
Kepercayaan Marapu
berkeyakinan bahwa yang wafat sudah kembali ke negeri leluhur, karena itu
Jenazahnya harus disimpan dengan cara duduk, menyerupai keadaan semula ketika
masih dalam kandungan.
Membangunkan berarti
membuat rohnya berada kembali di dalam tubuh atau jenazah sehingga dapat diberi
sirih pinang dan makanan. Pada hari itu dipotong seekor kuda sebagai “Dangangu”
( kurban ).
Gong mulai dibunyikan
pada siang dan malam sebagai tanda berduka. Bunyi dan irama Gong pada upacara
kematian berbeda dengan bunyi dan irama Gong pada saat pesta atau keramaian.
Pada upacara kematian disebut “Pa Hengingu” dan “Patambungu”, sedangkan pada
upacara pesta disebut “Pahandakilungu” dan “Kabokangu”.
3.
Membuat Kuburan.
Kuburan asli orang
sumba (Na Kahali Manda Mbata, Na Uma Manda Mabu) artinya balai-balai yang tidak
akan patah, rumah yang tidak akan lapuk = negeri yang baka. Terdiri dari lubang
bulat, setelah jenazah diturunkan, ditutup lebih dahulu dengan batu bulat kecil
disebut “Ana Daluna” lalu ditutup dengan batu yang lebih besar. Sesudah itu
dilindungi dengan batu besar yang ditopang oleh empat batang batu sebagai
kakinya. Kuburan seperti itu namanya " Reti Ma Pawiti ". Biasanya
hanya untuk Bangsawan karena biayanya mahal. Rakyat biasa, kuburannya cukup
ditutup dengan batu besar saja.
4.
Dundangu (Mengundang).
Tergantung pada
musyawarah keluarga inti, apakah pemakaman dilakukan dalam waktu dekat atau
waktu yang lama (dua sampai enam bulan, atau tahunan bahkan puluhan tahun).
Kalau masih lama
dikuburkan, maka jenazah disimpan di salah satu kamar dalam rumah (Puhi La
Kurungu) atau dikuburkan sementara dengan belum diupacarakan (Dengi Tera). Jika
demikian, keluarga-keluarga yang jauh maupun dekat harus diberitahu dengan
mengutus " Wunang = Delegasi " hanya untuk pemeberitahuan bahwa yang
bersangkutan sudah mati. (Supaya keluarga yang jauh jangan menyangka bahwa yang
bersangkutan masih sehat saja).
Mendekati
waktu penguburan, diadakan musyawarah untuk :
A. Menentukan
Waktu Penguburan.
B. Mengetahui
kekuatan keluarga pengundang dengan melihat kehadiran dalam musyawarah itu.
C. Penentuan
jumlah dan siapa saja keluarga yang akan diundang.
Setelah
para petinggi adat melakukan musyawarah dan menentukan 3 hal diatas maka selanjutnya
adalah tugas “Wunang” untuk menjalankan tugas sebagai penyebar berita atau
pembawa undangan duka cita. “Wunang” atau delegasi yang mengundang, biasanya
berjumlah dua orang. Sebelum mereka berangkat, dilengkapi dengan tata cara
penyampaian undangan secara adat dan kelengkapan undangan secara adat, yang
disebut " Kawuku ".
5.
Lodu Taningu (Hari Penguburan)
Keluarga yang jauh
biasanya sudah datang pada hari sebelum pemakaman, tetapi pada umumnya datang
pada hari pemakaman. Urutan upacara pemakaman, sebagai berikut :
1)
Panapangu (Penyambutan).
Para tamu disambut
dengan tata cara adat Sumba Timur dengan membunyikan Gong dan Tambur, pelayanan
pertama adalah pemberian
sirih - pinang. Dimana para penjaga
jenazah harus menangis dengan memperkeras suaranya. Masing-masing kelompok
undangan menyampaikan pernyataan tibanya melalui juru bicara (wunang), sambil
menyerahkan pembawaannya.
2)
Pangandi (Pembawaan)
Pihak La Yea (anak
mantu) membawa satu Mamuli Emas, satu utas Lulu Amahu dan dua ekor kuda yang
cukup umur, sedangkan pihak Yera (paman) membawa dua lembar "tenun
ikat".
3)
Padudurungu (meratap/menangis).
Semua perempuan dari
tiap rombongan naik ke atas untuk menangis di keliling jenazah atau peti mati,
bertanda turut berduka. Selesai menangis, bagian rombongan dipindahkan ke
tempat yang sudah ditentukan untuk mengikuti upacar selanjutnya.
4)
Pawondungu (makan untuk persiapan bagi
jenazah sehingga kuat)
Diadakan ritual Marapu
dengan memotong seekor anaak kerbau, lalu diambil hatinya untuk dimasak dan
diberikan sebagai makan persiapan bagi jenazah.
5)
Papurungu (menurunkan jenazah menuju
tempat penguburan).
Pada waktu jenazah
dibawa turun ke pendopo depan, Gong dan Tambur dibunyikan dengan irama cepat
sebagai tanda bahwa penguburan akan segera dilaksanakan. Sementara jenazah
diusung ke kubur, diadakan pemotongan seekor kuda besar sebagai kurban.
6)
Taningu (menguburkan)
Jenazah dimasukkan ke
dalam lubang kubur kemudian ditutup dengan batu pipih kecil lalu ditutup dengan
batu besar. Di keempat sudut dipasang batang batu yang tegak untuk menopang
batu yang besar. Sementara itu dipotong lagi beberapa ekor kuda atau kerbau.
7)
Pahewa (berpisah).
Selesai pemakaman,
seorang Wunang (juru bicara) dari keluarga akan naik diatas kubur atau tempat
yang lebih tinggi untuk berbicara menyampaikan isi hati keluarga dan beberapa
pengumuman. Kata-katanya demikian "masih banyak yang yang harus kita
bicarakan, masih ada yang perlu dituntaskan. Oleh karena itu, diminta untuk
kembali lagi ke tempat duduk semula".
8)
Tuangu Kameti (menjamu tamu).
Keluarga-keluarga inti
dari jenazah akan menerima tamu, masing-masih satu "Kawuku" (kepala
keluarga atau kepala rombongan) bahkan ada yang menerima tamu lebih dari satu
Kawuku. Masing-masing penerima tamu akan memotong satu sampai dua ekor babi
atau sapi untuk makan bersama.
6.
Warungu Handuka (berhenti berkabung).
Beberapa hari kemudian,
semua keluarga dekat dan tetangga diundang untuk bersama-sama mengikuti
penutupan "masa berkabung" (warungu handuka). Dalam acara ini,
dipotong babi atau sapi untuk makan bersama. Keluarga menyampaikan ucapan
terima kasih atas kebersamaan dan gotong royong dalam urusan penguburan dan di
dalam menerima keluarga yang datang menghadiri upacara penguburan. Ucapan
terima kasih ini ditandai dengan membagikan sisa-sisa pembawaan kepada jenazah
berupa mamuli (lempeng emas), lulu amahu dan kuda. Barang-barang yang dibagikan
disebut "rihi yubuhu" dan "rihi dangangu".
7.
Palundungu (Penyelesaian).
Upacara ini merupakan
yang terakhir, dimana "arwah" jenazah dihantar ke alam barsyah
(negeri dewa atau khayangan). Dalam acara ini, arwah jenazah berangkat bersama
dengan arwah leluhur lainnya ke negeri Marapu. Arwah ini akan datang lagi kalau
diundang (melalui sembahyang atau Hamayangu) dalam pesta negeri yang disebut
"Langu Paraingu".
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pulau
sumba adalah salah satu dari sederetan pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur yang
kaya akan tradisi yang menjadi ciri khasnya sendiri. Salah satu tradisi yang
yang ada di pulau sumba adalah upacara adat kematian. Sumba timur adalah salah
satu daerah di Sumba yang hingga kini masih mempertahankan tradisi yang menjadi
warisan nenek moyangnya. Salah satu tradisi yang masih sangat kental dan
melekat dengan kehidupan masyarakat Sumba Timur adalah upacara adat kematian,
di mana prosesi-prosesi adat dari zaman dulu masih dilakukan tanpa ada yang
dihilangkan sebagai bentuk pengaruh perubahan zaman. Bagi masyarakat Sumba
Timur, upacara adat seperti upacara kematian merupakan hal wajib dilaksanakan
guna menghormati para leluhur menenang jasa orang yang meninggal.
3.2 Saran
Setiap
orang pasti mempunyai budaya di daerahnya masing-masing. Siapa yang tidak
bangga dengan budaya daerahnya? Tentu kita semua bangga. Akan tetapi, apakah
kita juga bersedia mempertahankan kebudayaan kita di era globalisasi seperti
sekarang ini? Itulah yang menjadi tugas kita, hargai kebudayaan yang menjadi
kebanggaan dan ciri khas daerah kita dan jangan biarkan memudar akibat
perubahan zaman.
Comments
Post a Comment
Silahkan komentarnya.
Mudah-mudahan artikelnya bermanfaat.