Upacara Adat Kematian Di Sumba Timur


MAKALAH
Istilah-Istilah Dalam Upacara Adat Kematian Di Sumba Timur


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa juga penulis  mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya dalam penyusunan makalah ini.
Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, tentang adat istiadat yang ada di Indonesia.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman , penulis  yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



                                                                                               Malang, januari 2016

                                                                                               Penyusun





BAB I
Pendahuluan

1.1              Latar belakang
Suku Sumba berada di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur. Adat adalah suatu peraturan yang tidak boleh di langgar oleh suatu masyarakat yang notabene merupakan undang-undang yang tidak tertulis namun mengikat. Hal inilah alasan utama masyarakat Sumba pada umumnya masih memegang teguh serta menjalankan ritual-ritual adat yang menjadi warisan leluhur mereka.
Di sumba timur khususnya, upacara-upacara adat warisan nenek moyang masih terus bertahan dan dijalankan hingga sekarang, salah satunya adalah upaara adat kematian. Upacara adat kematian di Sumba Timur memiliki tahapan-tahapan  sejak awal kematian hingga penguburan.
Tahapan-tahapan tersebut memiliki istilah-istilah masing-masing dalam bahasa sumba timur. Istilah istilah tersebut menarik untuk ditinjau secara etnolinguistik. Selain itu, istilah-istilah tersebut mengandung makna tersendir bagi masyarakat Sumba Timur. Hal ini menarik perhatian penulis untuk membahasnya dalam makalah ini.

1.2              Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Seperti apa prosesi upacara adat kematian di Sumba Timur?
2.      Apa saja istilah-istilah untuk setiap tahapan dalam upacara adat kematian di Sumba Timur?
3.      Apa makna dari setiap tahap upacara adat kematian bagi masyarakat Sumba Timur?
1.3              Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat mengetahui setiap tahap upacara adat kematian yang terdapat di Sumba Timur.
2.      Dapat menambah wawasan tentang adat-istiadat serta kebudayaan yang ada di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Tahapan-tahapan Upacara Adat Kematian di Sumba Timur
1.         Hari kematian
Jika wafat di rumah sakit, maka almarhum dibawa ke kampungnya untuk diadakan acara Memanggil. Salah satu orang tua harus melakukan pemanggilan dengan menyebutkan nama orang yang wafat sebanyak empat kali. Jika tidak menjawab, maka dikatakan sudah wafat. Ungkapan wafat bagi orang Sumba adalah jika yang wafat seorang bangsawan perempuan, dikatakan " Namberanyaka mbalu, Nanjorunyaka Au " artinya tempayan airnya pecah, balai-balai dapurnya roboh. Jika yang wafat seorang bangsawan laki-laki maka dikatakan " Na Njorunyaka Njara, Na mbatanyaka Landu " artinya Jatuh dari Kuda, patah jambul di kepalanya.
2.         Pa Hadangu (Membangunkan)
Kepercayaan Marapu berkeyakinan bahwa yang wafat sudah kembali ke negeri leluhur, karena itu Jenazahnya harus disimpan dengan cara duduk, menyerupai keadaan semula ketika masih dalam kandungan.
Membangunkan berarti membuat rohnya berada kembali di dalam tubuh atau jenazah sehingga dapat diberi sirih pinang dan makanan. Pada hari itu dipotong seekor kuda sebagai “Dangangu” ( kurban ).
Gong mulai dibunyikan pada siang dan malam sebagai tanda berduka. Bunyi dan irama Gong pada upacara kematian berbeda dengan bunyi dan irama Gong pada saat pesta atau keramaian. Pada upacara kematian disebut “Pa Hengingu” dan “Patambungu”, sedangkan pada upacara pesta disebut “Pahandakilungu” dan “Kabokangu”.
3.         Membuat Kuburan.
Kuburan asli orang sumba (Na Kahali Manda Mbata, Na Uma Manda Mabu) artinya balai-balai yang tidak akan patah, rumah yang tidak akan lapuk = negeri yang baka. Terdiri dari lubang bulat, setelah jenazah diturunkan, ditutup lebih dahulu dengan batu bulat kecil disebut “Ana Daluna” lalu ditutup dengan batu yang lebih besar. Sesudah itu dilindungi dengan batu besar yang ditopang oleh empat batang batu sebagai kakinya. Kuburan seperti itu namanya " Reti Ma Pawiti ". Biasanya hanya untuk Bangsawan karena biayanya mahal. Rakyat biasa, kuburannya cukup ditutup dengan batu besar saja.
4.         Dundangu (Mengundang).
Tergantung pada musyawarah keluarga inti, apakah pemakaman dilakukan dalam waktu dekat atau waktu yang lama (dua sampai enam bulan, atau tahunan bahkan puluhan tahun).
Kalau masih lama dikuburkan, maka jenazah disimpan di salah satu kamar dalam rumah (Puhi La Kurungu) atau dikuburkan sementara dengan belum diupacarakan (Dengi Tera). Jika demikian, keluarga-keluarga yang jauh maupun dekat harus diberitahu dengan mengutus " Wunang = Delegasi " hanya untuk pemeberitahuan bahwa yang bersangkutan sudah mati. (Supaya keluarga yang jauh jangan menyangka bahwa yang bersangkutan masih sehat saja).
Mendekati waktu penguburan, diadakan musyawarah untuk :
A.    Menentukan Waktu Penguburan.
B.     Mengetahui kekuatan keluarga pengundang dengan melihat kehadiran dalam musyawarah itu.
C.     Penentuan jumlah dan siapa saja keluarga yang akan diundang.
Setelah para petinggi adat melakukan musyawarah dan menentukan 3 hal diatas maka selanjutnya adalah tugas “Wunang” untuk menjalankan tugas sebagai penyebar berita atau pembawa undangan duka cita. “Wunang” atau delegasi yang mengundang, biasanya berjumlah dua orang. Sebelum mereka berangkat, dilengkapi dengan tata cara penyampaian undangan secara adat dan kelengkapan undangan secara adat, yang disebut " Kawuku ".
5.         Lodu Taningu (Hari Penguburan)
Keluarga yang jauh biasanya sudah datang pada hari sebelum pemakaman, tetapi pada umumnya datang pada hari pemakaman. Urutan upacara pemakaman, sebagai berikut :
1)        Panapangu (Penyambutan).
Para tamu disambut dengan tata cara adat Sumba Timur dengan membunyikan Gong dan Tambur, pelayanan pertama adalah pemberian
sirih - pinang. Dimana para penjaga jenazah harus menangis dengan memperkeras suaranya. Masing-masing kelompok undangan menyampaikan pernyataan tibanya melalui juru bicara (wunang), sambil menyerahkan pembawaannya.
2)        Pangandi (Pembawaan)
Pihak La Yea (anak mantu) membawa satu Mamuli Emas, satu utas Lulu Amahu dan dua ekor kuda yang cukup umur, sedangkan pihak Yera (paman) membawa dua lembar "tenun ikat".
3)        Padudurungu (meratap/menangis).
Semua perempuan dari tiap rombongan naik ke atas untuk menangis di keliling jenazah atau peti mati, bertanda turut berduka. Selesai menangis, bagian rombongan dipindahkan ke tempat yang sudah ditentukan untuk mengikuti upacar selanjutnya.
4)        Pawondungu (makan untuk persiapan bagi jenazah sehingga kuat)
Diadakan ritual Marapu dengan memotong seekor anaak kerbau, lalu diambil hatinya untuk dimasak dan diberikan sebagai makan persiapan bagi jenazah.


5)        Papurungu (menurunkan jenazah menuju tempat penguburan).
Pada waktu jenazah dibawa turun ke pendopo depan, Gong dan Tambur dibunyikan dengan irama cepat sebagai tanda bahwa penguburan akan segera dilaksanakan. Sementara jenazah diusung ke kubur, diadakan pemotongan seekor kuda besar sebagai kurban.
6)        Taningu (menguburkan)
Jenazah dimasukkan ke dalam lubang kubur kemudian ditutup dengan batu pipih kecil lalu ditutup dengan batu besar. Di keempat sudut dipasang batang batu yang tegak untuk menopang batu yang besar. Sementara itu dipotong lagi beberapa ekor kuda atau kerbau.
7)        Pahewa (berpisah).
Selesai pemakaman, seorang Wunang (juru bicara) dari keluarga akan naik diatas kubur atau tempat yang lebih tinggi untuk berbicara menyampaikan isi hati keluarga dan beberapa pengumuman. Kata-katanya demikian "masih banyak yang yang harus kita bicarakan, masih ada yang perlu dituntaskan. Oleh karena itu, diminta untuk kembali lagi ke tempat duduk semula".
8)        Tuangu Kameti (menjamu tamu).
Keluarga-keluarga inti dari jenazah akan menerima tamu, masing-masih satu "Kawuku" (kepala keluarga atau kepala rombongan) bahkan ada yang menerima tamu lebih dari satu Kawuku. Masing-masing penerima tamu akan memotong satu sampai dua ekor babi atau sapi untuk makan bersama.

6.         Warungu Handuka (berhenti berkabung).
Beberapa hari kemudian, semua keluarga dekat dan tetangga diundang untuk bersama-sama mengikuti penutupan "masa berkabung" (warungu handuka). Dalam acara ini, dipotong babi atau sapi untuk makan bersama. Keluarga menyampaikan ucapan terima kasih atas kebersamaan dan gotong royong dalam urusan penguburan dan di dalam menerima keluarga yang datang menghadiri upacara penguburan. Ucapan terima kasih ini ditandai dengan membagikan sisa-sisa pembawaan kepada jenazah berupa mamuli (lempeng emas), lulu amahu dan kuda. Barang-barang yang dibagikan disebut "rihi yubuhu" dan "rihi dangangu".
7.         Palundungu (Penyelesaian).
Upacara ini merupakan yang terakhir, dimana "arwah" jenazah dihantar ke alam barsyah (negeri dewa atau khayangan). Dalam acara ini, arwah jenazah berangkat bersama dengan arwah leluhur lainnya ke negeri Marapu. Arwah ini akan datang lagi kalau diundang (melalui sembahyang atau Hamayangu) dalam pesta negeri yang disebut "Langu Paraingu".




BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Pulau sumba adalah salah satu dari sederetan pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur yang kaya akan tradisi yang menjadi ciri khasnya sendiri. Salah satu tradisi yang yang ada di pulau sumba adalah upacara adat kematian. Sumba timur adalah salah satu daerah di Sumba yang hingga kini masih mempertahankan tradisi yang menjadi warisan nenek moyangnya. Salah satu tradisi yang masih sangat kental dan melekat dengan kehidupan masyarakat Sumba Timur adalah upacara adat kematian, di mana prosesi-prosesi adat dari zaman dulu masih dilakukan tanpa ada yang dihilangkan sebagai bentuk pengaruh perubahan zaman. Bagi masyarakat Sumba Timur, upacara adat seperti upacara kematian merupakan hal wajib dilaksanakan guna menghormati para leluhur menenang jasa orang yang meninggal.
3.2       Saran
Setiap orang pasti mempunyai budaya di daerahnya masing-masing. Siapa yang tidak bangga dengan budaya daerahnya? Tentu kita semua bangga. Akan tetapi, apakah kita juga bersedia mempertahankan kebudayaan kita di era globalisasi seperti sekarang ini? Itulah yang menjadi tugas kita, hargai kebudayaan yang menjadi kebanggaan dan ciri khas daerah kita dan jangan biarkan memudar akibat perubahan zaman.

Comments